Minggu, 06 Oktober 2013

TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF


A.   PENDAHULUAN

Pemikiran-pemikiran para ahli ekonomi pada suatu waktu diterima. Akan tetapi, kalau dianggap tidak mampu memecahkan masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi, pemikiran-pemikiran tersebut perlu diperbaiki, dikembangkan, atau dirombak seluruhnya. Pengalaman sejarah memperlihatkan sudah banyak terjadi perubahan-perubahan dalam pemikiran-pemikiran ekonomi. Perubahan dalam dasar-dasar pandang ekonomi bisa berlangsung smooth dan kerapkali bisa berlangsung secara revolusi melalui suatu perubahan yang radikal. Kenyataan telah menunjukkan bahwa pada tahun-tahun terakhir memasuki era abad ke-XXI ini banyak terjadi perubahan-perubahan tidak terduga dan kadang-kadang sangat mengejutkan.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perubahan-perubahan, terutama yang bersifat radikal, sering menimbulkan suasana yang tidak menentu dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dalam keadaan tidak menentu tersebut orang sering mempermasalahkan pendekatan ekonomi yang digunakan atau dijadikan sebagai dasar kebijaksanaan pembangunan. Hal seperti ini tetntunya tidak dikehendaki.
Menunjuk pada salah satu masa yang sangat dikenal sampai saat ini adalah masa klasik, yang pokok pemikirannya berawal dari pemikiran Adam Smith, dan kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh setelahnya yang mendukung pemikirannya. Salah satu tokoh ekonomi terkenal yang mendukung pemikiran dan mengembangkan pemikiran Adam Smith adalah David Ricardo (1772 - 1823). David Ricardo banyak berperan dalam mengembangkan teori-teori yang dimunculkan oleh Adam Smith sehingga dapat melahirkan beberapa teori baru yang sangat terkenal pada saat itu. Pernyataan ini diperkuat melalui buku karangannya yaitu The Principles of Political Economy and Taxation (1817) ternyata mendominasi teori-teori ekonomi klasik tidak kurang setengah abad lamanya. Beberapa teori tersebut antara lain adalah teori sewa tanah (land rent) ; teori nilai kerja (labor theory of value) ; teori upah alami (natural wages) ; teori uang ; dan yang paling terkenal adalah teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari perdagangan internasional.
Sesuai dengan judul paper yang diangkat penulis, maka dari beberapa teori yang dikemukakan oleh David Ricardo maka penulis secara khusus hanya membahas tentang teori keuntungan komparatif.


B.   TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF (COMPARATIVE ADVANTAGE)

Teori Keunggulan Komparatif (theory of comparative advantage) merupakan teori yang dikembangkan oleh David Ricardo pada tahun 1817. Teori keunggulan komparatif melihat keuntungan atau kerugian dari perdagangan internasional dalam perbandingan relatif. Hingga saat ini, teori keunggulan relatif merupakan dasar utama yang menjadi alasan negara-negara melakukan perdagangan internasional.
David Ricardo berpendapat bahwa meskipun suatu negara mengalami kerugian mutlak (dalam artian tidak mempunyai keunggulan mutlak dalam memproduksi kedua jenis barang bila dibandingkan dengan negara lain), namun perdagangan internasional yang saling menguntungkan kedua belah pihak masih dapat dilakukan, asalkan negara tersebut melakukan spesialisasi produksi terhadap barang yang memiliki biaya relatif terkecil dari negara lain. Dengan kata lain, setiap negara akan memperoleh keuntungan jika masing-masing melakukan spesialisasi pada produksi dan ekspor yang dapat diproduksinya pada biaya yang relatif lebih murah, dan mengimpor apa yang dapat diprosukdinya pada biaya yang relatif lebih mahal. Ini menjelaskan bahwa mengapa suatu negara yang memiliki sumber daya sangat lengkap, negara tersebut memilih mengimpor atau mengekspor daripada memproduksi untuk digunakan sendiri.
Untuk mempertegas teorinya, David Ricardo memberlakukan beberapa asumsi, yaitu :
1)      Hanya ada 2 negara yang melakukan perdagangan internasional.
2)      Hanya ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan.
3)      Masing-masing negara hanya mempunyai 1 faktor produksi (tenaga kerja)
4)      Skala produksi bersifat “constant return to scale”, artinya harga relatif barang-barang tersebut adalah sama pada berbagai kondisi produksi.
5)      Berlaku labor theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan bahwa nilai atau harga dari suatu barang (komoditi) dapat dihitung dari jumlah waktu (jam kerja) tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang tersebut.
6)      Tidak memperhitungkan biaya pengangkutan dan lain-lain dalam pemasaran.

Untuk lebih memahaminya, dapat dilihat contoh berikut ini.

Tabel 1 : Produksi Sepatu dan Pakaian oleh Negara Indonesia dan Amerika
Negara
Jam kerja yang dibutuhkan untuk produksi
Jumlah Jam Tenaga Kerja
Sepatu
Pakaian
Amerika Serikat
1
2
120
Indonesia
4
6

Agar terlihat sederhana, diasumsikan ada dua negara (Amerika dan Indonesia) dan dua output (sepatu dan pakaian). Keduanya memiliki sumber daya masing-masing 120 jam tenaga kerja (TK) untuk memproduksi sepatu dan pakaian. Namun Amerika mampu memproduksi 1 unit sepatu dengan 2 jam TK dan 1 unit pakaian dengan 4 jam TK. Sedangkan Indonesia membutuhkan 3 jam TK untuk memproduksi 1 unit sepatu dan 6 jam TK untuk pakaian.
Sekedar keterangan, Amerika mampu memproduksi keduanya dengan jam TK (input) yang lebih sedikit daripada Indonesia. Menurut teori keuntungan absolut (absolute advantage), Amerika seharusnya memproduksi keduanya sendiri. Namun tidak demikian menurut teori keuntungan komparatif. Kita lihat perbandingannya dibawah dengan menggunakan teori keuntungan komparatif.

Sebelum Melakukan Perdagangan
Sebelum melakukan perdagangan, produksi di kedua negara menghasilkan upah riil yang berbeda bagi TK. Upah riil bagi TK di Amerika adalah 1 sepatu atau 1/2 pakaian. Sementara di Indonesia, upah riil TK hanya 1/4 sepatu atau 1/6 pakaian. Artinya upah di Indonesia lebih rendah dibandingkan di Amerika dan TK di Indonesia memiliki daya beli yang relatif lebih kecil. Ini tentunya juga menimbulkan perbedaan biaya produksi, dan jika pasar adalah persaingan sempurna, harga sepatu dan pakaian akan berbeda di kedua negara.
Sementara itu, mari kita lihat berapa total output yang mampu diproduksi kedua negara tanpa melakukan perdagangan. Jika diasumsikan dari total 120 jam TK (input) yang tersedia di tiap negara dibagi dua merata pengalokasiannya dalam memproduksi sepatu dan pakaian, maka total produksi kedua negara adalah sebagai berikut :

Tabel 2 : Total Output (unit) masing-masing negara sebelum perdagangan
Negara
Jumlah Output yang Diproduksi
Sepatu
Pakaian
Amerika Serikat
60
30
Indonesia
15
10
TOTAL
75
40

Dengan input 120 jam TK yang dimiliki masing-masing negara, jika dialokasikan separuh-separuh, Amerika mampu memproduksi 60 sepatu (60 jam TK / 1) dan 30 pakaian (60 jam TK / 2). Sedangkan Indonesia mampu memproduksi 15 sepatu (60 jam TK / 4) dan 10 pakaian (60 jam TK / 6). Dengan demikian, total produksi yang dihasilkan kedua negara adalah 115 unit (75 + 40), yang terdiri dari sepatu dan pakaian.
Menurut teori keuntungan komparatif, Amerika seharusnya hanya memproduksi sepatu dan Indonesia memproduksi pakaian. Ini karena produksi pakaian relatif lebih mahal bagi Amerika, dengan rasio harga produksi 2 dibandingkan dengan 6/4 atau 3/2 yang mampu diproduksi Indonesia (tabel 1). Sedangkan sepatu relatif lebih mahal bagi Indonesia karena rasio harga produksinya adalah 4/6 dibandingkan dengan 1/2 yang mampu diproduksi Amerika (tabel 1). Jadi, perbandingan dalam teori ini adalah berdasarkan harga relatif di kedua negara, bukan hanya di satu negara.
Sebenarnya, jika tidak ada regulasi larangan ekspor-impor, perdagangan antar keduanya akan tercipta secara alamiah. Jika keduanya terus memproduksi sepatu dan pakaian sendiri (tidak melakukan perdagangan), maka akan terjadi perbedaan harga yang akan mendorong arbitrasi. Dengan asumsi biaya transpotasi tidak ada atau relatif sangat kecil, Amerika kemudian akan mengekspor sepatu ke Indonesia dan Indonesia akan mengekspor pakaian ke Amerika. Karena biaya produksi yang lebih murah, harga sepatu Amerika yang diekspor juga akan lebih murah dan ini mendorong harga sepatu di Indonesia turun. Jika harga sepatu di Indonesia terlalu rendah bagi produsen Indonesia, mereka akan menutup produksinya karena tidak menguntungkan lagi. Akhirnya mereka akan beralih ke produksi yang lebih menguntungkan, yaitu pakaian. Sedangkan kebutuhan sepatu di Indonesia akan dipenuhi dengan impor. Hal yang sama juga terjadi terhadap pakaian di Amerika. Pada akhirnya, perbedaan harga akan membuat Amerika hanya memproduksi sepatu dan Indonesia hanya memproduksi pakaian.

Setelah Melakukan Perdagangan
Setelah melakukan perdagangan, total output kedua negara adalah sebagai berikut :
Tabel 3 : Spesialisasi Produksi
Negara
Jumlah Output yang Diproduksi
Sepatu
Pakaian
Amerika Serikat
120
0
Indonesia
0
20

Pada tabel diatas, Amerika menggunakan semua inputnya (120 jam TK) untuk memproduksi pizza saja, sehingga menghasilkan 120 pizza (120 jam TK / 1). Sedangkan Eropa menggunakan semua inputnya untuk memproduksi pakaian saja, sehingga menghasilkan 20 pakaian (120 jam TK / 6). Ternyata total output kedua negara meningkat dengan melakukan spesialisasi produksi ini, yaitu menjadi 140 unit.


C.   IMPLIKASI TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF

Dasar pemikiran Ricardo mengenai penyebab terjadinya perdagangan antarnegara pada prinsipnya sama dengan dasar pemikiran dari Adam Smith (Teori Keunggulan Mutlak), namun berbeda pada cara pengukuran keunggulan suatu negara, yakni dilihat komparatif biayanya, bukan perbedaan absolutnya.
Kelemahan-kelemahan dari teori keunggulan komparatif adalah timbulnya ketergantungan dari Dunia Ketiga terhadap negara-negara maju karena keterbelakangan teknologi. Fakta lain, saat ini negara-negara maju pun bisa membuat sendiri apa yang menjadi spesialisasi negara berkembang (misalnya pertanian) dan melakukan proteksionisme.
Alih teknologi-produksi yang terjadi, misal barang-barang spesialisasi dari Indonesia yang dijual ke Jepang akan dijual lagi ke Indonesia dengan harga dan bentuk yang lebih bagus, seperti karet menjadi ban ; dan juga membuat negara-negara berkembang sulit bersaing keuntungan. Perusahaan seperti Honda membuat bahan motor di negara-negara spesialisasi. Dengan adanya kelemahan-kelemahan tersebut, teori ini sebenarnya hanya cocok untuk perdagangan internasional antar negara maju. Sebenarnya melalui konteks sejarah kita bisa mengetahui hal tersebut karena Ricardo hanya melihat Inggris dan negara-negara maju plus Amerika Latin dalam penyusunan teorinya tersebut. Pada masa Ricardo, belum ada pengamatan serius dan mendalam yangmengarah pada negara-negara di Dunia Ketiga. Wajar jika ketika negara-negara di Dunia Ketiga mulai masuk dalam struktur ekonomi-politik internasional, ada beberapa hal dari teori perbandingan komparatif Ricardo yang menimbulkan berbagai kerugian di pihak negara-negara Dunia Ketiga.

PERKEMBANGAN STRATEGI PERENCANAAN PEMBANGUNAN


         Sejarah pemikiran ekonomi dalam perjalanannya terdiri dalam beberapa mazhab (aliran) yang memiliki pola pemikiran yang berbeda. Mazhab-mazhab tersebut antara lain adalah :
 
1.      Mazhab Merkantilisme
Istilah “merkantilisme” berasal dari kata merchant, yang berarti “pedagang”. Menurut paham merkantilisme, setiap negara yang berkeinginan untuk maju harus melakukan perdagangan dengan negara lain. Bagi penganut merkantilisme, sumber kekayaan negara adalah dari perdagangan luar negeri. Selanjutnya, uang sebagai hasil surplus perdagangan adalah sumber kekuasaan.

2.      Mazhab Fisiokrat
Kaum Fisiokrat menganggap bahwa sumber kekayaan yang senyata-nyatanya adalah sumber daya alam. Kaum fisiokrat percaya bahwa system perekonomian juga mirip dengan alam yang penuh harmoni. Dengan demikian, setiap tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing juga akan selaras dengan kemakmuran masyarakat banyak. Tanpa adanya intervensi atau campur tangan pemerintah, maka semua tindakan manusia akan berjalan secara harmonis, otomatis, dan bersifat self-regulating.

3.      Mazhab Klasik
Adam Smith sangat mendukung motto laissez faire-laissez passer yang menghendaki campur tangan pemerintah seminimal mungkin. Biarkan saja perekonomian berjalan dengan wajar tanpa campur tangan pemerintah. Nanti akan ada suatu tangan tak kentara (invisible hand) yang akan membawa perekonomian tersebut kearah keseimbangan. Jika banyak campur tangan pemerintah, menurut Smith, pasar justru akan mengalami distorsi yang akan membawa perekonomian pada ketidakefisienan (inefficiency) dan ketidakseimbangan.

4.      Mazhab Neo-klasik
Menurut Alfred Marshall, selain oleh biaya-biaya, harga juga dipengaruhi oleh unsure subjectif lainnya. Unsur subyektif yang mempengaruhi harga dari pihak konsumen, misalnya pendapatan (daya beli). Harga terbentuk sebagai integrasi dua kekuatan di pasar : penawaran dari pihak produsen dan permintaan dari pihak konsumen. Jika banyak pembeli dan penjual dan tidak ada halangan masuk atau keluar pasar (free entry and exit), dalam jangka panjang harga yang terbentuk di pasar hanya cukup untuk menutup biaya-biaya saja.
5.      Mazhab Sosialis
Akumulasi kapital di kalangan kaum kapitalis memungkinkan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk bisa membangun secara nyata bagi seluruh lapisan masyarakat, perlu dilakukan perombakan struktural melalui revolusi sosial. Hanya atas dasar hubungan yang lebih manusiawi ini pembangunan dapat berjalan lancar tanpa hambatan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

6.      Mazhab Keynesian
Menurut Keynes, penciptaan uang ditentukan oleh kredit. Artinya, uang seharusnya diciptakan untuk disalurkan pada sektor produktif sebagai kredit. Dengan begitu, uang akan menciptakan perluasan kapasitas produksi, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan nasional dan akhirnya mendorong sisi permintaan (the principle of effective demand).

7.      Mazhab Post-keynesian
Merupakan pengembangan dari pemikiran Keynesian ; menyatakan berbagai pandangan tentang ekonomi makro modern. Kaum ini mengembangkan teori yang dibicarakan sekilas oleh Keynes tetapi tidak dibuat dalam sebuah model formal.

Dari mazhab-mazhab ini memunculkan pemikiran-pemikiran ekonomi yang tergolong dalam dua golonngan pemikiran, yaitu
1.      Mainstream Ekonomi, yaitu kelompok yang percaya adanya keseimbangan dalam jangka panjang.
a.      Bersifat historis (kualitatif) 
b.      Bersifat analisis (kuantitatif)
2.   Radikal Ekonomi, yaitu kelompok yang tidak percaya adanya keseimbangan dalam jangka panjang.

Berdasarkan kedua golongan pemikiran tersebut, melahirkan apa yang disebut dengan Strategi Perencanaan Pembangunan di dunia, yaitu :
·         Strategi Pertumbuhan Ekonomi
·         Strategi Pemerataan
·         Strategi Pertumbuhan dan Pemerataan
·         Strategi Pendekatan Kebutuhan Pokok
·         Strategi Pembangunan Berwawasan Ruang (Regional)
·         Strategi Ketergantungan
·         Strategi Bottom-up / Top-down

Melalui tujuh strategi perencanaan pembangunan ini, Indonesia melaksanakan pembangunan yang dibagi atas beberapa periodisasi setelah kemerdekaan. Adapun periodisasi pembangunan di Indonesia antaranya :
1.      Pasca Kemerdekaan (1947 - 1960)
Pembentukan badan penyelenggara pembangunan nasional yang berjudul “Siasat Pemikir Ekonomi”, yang kemudian pada akhir masa diubah menjadi Bapernas. Perencanaan mengalami perubahan yang sangat sering karena banyaknya perubahan struktur atau formasi pemerintahan kala itu.
2.      Orde Lama (1960 - 1965)
Disusun rencana pembangunan nasional semesta, berupa pembangunan 8 tahun yang dibagi atas 3 tahunan tahap pertama dan 5 tahunan tahap kedua. Bapernas berganti nama menjadi Bappenas. Muncul juga perencanaan ekonomi perjuangan 3 tahun (Rencana Banteng).

3.      Orde Baru (1966 / 1969 - 1998)
Disusun rencana pembangunan nasional yang dikelompokkan berdasarkan 5 tahunan berkala yang dikenal dengan istilah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dengan fokus yang berbeda-beda, yaitu :
-  Repelita I (1969/1970 - 1973/1974) titik berat pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh sektor industri.
-   Repelita II (1974/1975 - 1978/1979) titik berat pada sektor pertanian dengan menekankan sektor industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
-     Repelita III (1979/1980 - 1983/1984) penekanan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, dan sektor industri mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
- Repelita IV (1984/1985 - 1989/1990) penekanan tetap pada sektor pertanian dengan meningkatkan sektor industri untuk mampu menghasilkan industri sendiri.
-  Repelita V (1990/1991 - 1995/1996) fokus pembangunan tetap, berpegang pada trilogi pembangunan (stabilitas, pertumbuhan, pemerataan) yang dapat menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4.      Era Reformasi
Pembangunan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004 - 2009 dan 2009 - 2014. Terdapat sebelas masalah / tantangan pembangunan nasional, yaitu :
a.      kurangnya pemerataan pertumbuhan ekonomi
b.      rendahnya kualitas SDM
c.       rendahnya kualitas kemampuan untuk mengelola sumber daya alam
d.      masih terdapat disparitas pembangunan antarwilayah / daerah
e.      masih buruknya infrastruktur
f.        penanganan separatisme belum tuntas
g.      kejahatan yang bersifat konvensional dan transnasional masih tinggi
h.      kurangnya personil dan alutsista
i.        masih banyak peraturan perundang-undangan yang belum mencerminkan keadilan dan kesetaraan
j.        rendahnya kualitas layanan umum
k.       belum kuatnya lembaga-lembaga politik yang melaksanakan prinsip demokrasi

Dari sebelas masalah tersebut terdapat lima masalah mendasar, yaitu :
1)      masih lemahnya karakter bangsa
2)      pembangunan yang bersifat berkelanjutan belum terbangun
3)      belum berkembangnya demokrasi ekonomi, politik, dan nasionalisme
4)      belum terejawantahkannya nilai-nilai kebangsaan
5)      rentannya sistem pemerintahan, politik, dan sistem pembangunan dalam menghadapi perubahan.

Atas dasar lima masalah mendasar tersebut, maka ditetapkan Visi dan Misi pembangunan nasional, yaitu :
a.      Visi
ü  Terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun, dan damai.
ü  Terwujudnya masyarakat bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum kesejahteraan dan hak asasi manusia.
ü  Terwujudnya perekonomian nasional yang mampu menyediakan lapangan kerja, kehidupan yang layak, dan memberikan pondasi yang kokoh terhadap pembangunan selanjutnya.
b.      Misi
v  Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai
v  Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis
v  Mewujudkan Indonesia yang sejahtera

Dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional, disusun dua strategi pembangunan, yaitu :
Ø  Strategi Penataan Kembali Indonesia
Ø  Strategi Pembangunan Indonesia

Untuk menjalankan kedua strategi tersebut, terdapat lima prasyarat mendasar yang disusun dalam Agenda Pelaksanaan Pembangunan Nasional, yaitu :
§  menurunkan penduduk miskin
§  pemantapan stabilitas makro ekonomi
§  menghilangkan disparitas antarwilayah, kota dan desa
§  meningkatkan kualitas manusia (IPM) Indonesia
§  meningkatkan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan SDM